Ketua DPC Peradi Karawang Kecam Penahanan Ibu Menyusui: "Hakim Tanpa Nurani, Angkat Kaki dari Karawang!"

Header Menu


Ketua DPC Peradi Karawang Kecam Penahanan Ibu Menyusui: "Hakim Tanpa Nurani, Angkat Kaki dari Karawang!"

29 Okt 2025

KARAWANG – Penahanan terhadap seorang ibu menyusui di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, menuai gelombang kecaman dari berbagai kalangan. Kali ini, kritik keras datang dari Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Karawang, Asep Agustian SH MH, atau yang akrab disapa Kang Askun. Ia menilai, langkah majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Karawang yang memerintahkan penahanan terhadap Neni Nuraeni (37) dalam perkara fidusia, merupakan tindakan yang mencederai rasa keadilan dan kemanusiaan.


Menurut Askun, keputusan penahanan tersebut menggambarkan wajah hukum yang masih kerap tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Ia menilai, seorang hakim seharusnya menggunakan hati nurani dalam setiap putusan, terlebih terhadap perempuan yang masih memiliki tanggung jawab sebagai ibu menyusui.


“Hakim itu seharusnya menjadi wakil Tuhan yang menegakkan keadilan, bukan malah memenjarakan seorang ibu yang sedang menyusui. Ini bukan hanya tidak manusiawi, tapi juga memalukan,” tegas Askun,Rabu (29/10/2025).


Kredit Macet Berujung Tahanan


Kasus yang menimpa Neni bermula dari persoalan kredit kendaraan bermotor di Adira Finance Cikarang. Warga Desa Cengkong, Kecamatan Purwasari, Kabupaten Karawang itu dilaporkan oleh pihak perusahaan pembiayaan karena menunggak pembayaran cicilan. Ia kemudian dijerat dengan dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.


Namun yang disayangkan, proses hukum terhadap Neni berujung pada penahanan fisik, meski yang bersangkutan diketahui masih menyusui bayinya yang baru berusia beberapa bulan. Kondisi ini memicu empati publik dan protes keras dari berbagai elemen masyarakat.


“Ini perusahaan besar, tapi kok tindakannya kecil? Masalah kredit macet kok main penjarakan konsumen. Adira harusnya membina, bukan memperlakukan konsumennya seperti kriminal,” sindir Askun.


Ia menambahkan, dalam konteks penegakan hukum, asas kemanfaatan, keadilan, dan kepastian hukum harus berjalan beriringan. Menurutnya, hukum yang baik bukan hanya menegakkan aturan secara tekstual, tetapi juga memperhatikan aspek moral dan kemanusiaan.


“Kalau ada hakim di Karawang yang bermental dingin tanpa hati nurani, lebih baik angkat kaki dari Karawang. Hakim model begini tidak pantas memutus perkara rakyat,” ucap Askun dengan nada geram.


Dampak pada Bayi dan Desakan Publik


Penahanan Neni juga berdampak serius bagi bayinya yang dilaporkan jatuh sakit setelah enam hari tidak mendapat ASI. Kondisi tersebut menimbulkan keprihatinan luas dan memperkuat desakan publik agar PN Karawang meninjau ulang kebijakan penahanan.


Sejumlah organisasi masyarakat sipil, termasuk pegiat perempuan dan perlindungan anak, dikabarkan tengah memantau kasus ini dan berencana memberikan pendampingan hukum maupun psikologis bagi keluarga terdakwa.


PN Karawang: Permohonan Pengalihan Tahanan Sedang Dipertimbangkan


Menanggapi polemik yang berkembang, Hendra Kusumawardana, Hakim sekaligus Juru Bicara PN Karawang, menegaskan bahwa proses persidangan terhadap Neni berjalan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Sidang pertama telah digelar Kamis pekan lalu dengan agenda pembacaan surat dakwaan, sementara sidang lanjutan dijadwalkan pada Kamis (30/10/2025) dengan agenda pembuktian.


“Persidangan berjalan sesuai jadwal dan terbuka untuk umum. Agenda pembuktian akan dilanjutkan Kamis besok sesuai administrasi perkara yang tercatat di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP),” kata Hendra saat ditemui di PN Karawang, Selasa (28/10/2025).


Ia juga membenarkan bahwa tim penasihat hukum terdakwa telah mengajukan permohonan pengalihan jenis penahanan, mengingat kondisi Neni yang masih memiliki bayi.


“Permohonan itu sudah kami terima dan sedang dipertimbangkan majelis hakim. Keputusan akan disampaikan dalam sidang berikutnya melalui penetapan majelis,” jelas Hendra.


Menurut Hendra, mekanisme pengalihan penahanan, seperti menjadi tahanan kota atau tahanan rumah, dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sepanjang memenuhi syarat objektif dan subjektif. Namun keputusan akhir sepenuhnya berada di tangan majelis hakim yang memeriksa perkara.


Seruan Kemanusiaan di Tengah Proses Hukum


Kasus Neni Nuraeni kembali membuka perdebatan lama tentang perlakuan hukum terhadap perempuan, khususnya ibu menyusui, dalam proses peradilan. Banyak pihak menilai, pendekatan hukum yang lebih berperspektif gender dan kemanusiaan harus menjadi pertimbangan utama bagi aparat penegak hukum.


“Menegakkan hukum tidak boleh mematikan nurani. Negara ini berdiri untuk melindungi rakyatnya, bukan menindas mereka yang lemah,” pungkas Askun.


Penulis : Arief rachman