Karawang – Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), kembali memantik kontroversi publik. Kali ini, polemik muncul usai KDM menetapkan larangan beroperasinya truk over dimension over loading (ODOL) yang akan resmi diberlakukan mulai 2 Januari 2026 mendatang.
Kebijakan tersebut diklaim Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai langkah strategis untuk mengurangi tingkat kerusakan infrastruktur jalan dan menekan risiko kecelakaan lalu lintas akibat kendaraan bertonase berlebih. Namun, di sisi lain, kebijakan itu justru memunculkan reaksi keras dari masyarakat, terutama kalangan pekerja angkutan dan sopir truk.
Warganet Soroti Dampak Ekonomi: “Rakyat Balangsak, Harga Pasti Naik”
Dalam pantauan di akun TikTok @opiniplus.com, ribuan warganet menumpahkan kekecewaannya terhadap kebijakan KDM tersebut. Sebagian besar menilai, kebijakan itu akan mematikan roda perekonomian rakyat kecil, terutama mereka yang menggantungkan hidup pada sektor transportasi logistik dan pertambangan.
Beberapa komentar netizen bahkan bernada sinis dan emosional.
“Dasar gak punya pikir panjang. Pikirkan perut rakyat sekarang. Kalau mau larang truk ODOL, siapkan dulu lapangan kerja bagi yang terdampak,” tulis akun @orangyghil**.
“Saya itu sedih. Banyak warga Jabar yang jadi sopir tambang dan sopir truk. Mohon dicari solusi terbaik, Pak Dedi,” ungkap @pend**.
“Yang kena dampaknya rakyat miskin seperti saya. Siap-siap bahan pokok naik, harga melonjak,” keluh @sentod**.
Bahkan, ada pula warganet yang menuding kebijakan tersebut bersifat sepihak dan otoriter.
“Beuki kadiyeu téh asa loba aturan (Semakin ke sini, makin banyak aturan saja),” tulis @kang i**.
Pengamat Kebijakan Publik Nilai Kebijakan Aneh dan Tidak Komprehensif
Menanggapi polemik tersebut, Pengamat Kebijakan Publik sekaligus Ketua DPC PERADI Karawang, Asep Agustian, SH., MH., ikut angkat bicara. Ia menilai kebijakan larangan truk ODOL itu aneh dan tidak dikaji secara komprehensif, baik dari sisi sosial maupun ekonomi masyarakat.
“Saya pikir ini kebijakan yang aneh. Pemerintah (KDM) takut jalan cepat rusak karena truk ODOL, padahal jalan dibangun dari pajak rakyat, termasuk pajak sopir truk itu sendiri,”saat ditemui Amojohar.my.id Sabtu (1/11/2025).
Asep yang akrab disapa Askun itu menduga, kebijakan tersebut merupakan inisiatif pribadi KDM tanpa melalui pembahasan mendalam dengan legislatif maupun dinas teknis terkait.
“Saya taksir ini kebijakan personal, hasil spontanitas buah pikiran KDM saja. Seperti halnya kebijakan larangan study tour sekolah beberapa waktu lalu yang juga menuai kontroversi,” ungkapnya.
“Sekarep Dewek”: Kritik terhadap Gaya Kepemimpinan KDM
Lebih jauh, Askun menyebut gaya kepemimpinan KDM cenderung otoriter dan sepihak. Menurutnya, setiap kebijakan publik semestinya dikaji dari berbagai aspek, termasuk hukum, geografis, sosial, dan ekonomi.
“Gaya kepemimpinan KDM itu semau gue, seolah semua masyarakat akan setuju dengan pikirannya. Padahal, pemerintah harus mempertimbangkan semua dampak sebelum mengambil keputusan,” tambahnya.
Alternatif: Batasi Jam Operasional, Bukan Larang Total
Askun menilai, jika tujuan utama kebijakan tersebut adalah menjaga infrastruktur dan keselamatan lalu lintas, maka solusi yang lebih rasional adalah pembatasan jam operasional, bukan pelarangan total.
“Misalnya, truk ODOL hanya boleh beroperasi pada pukul 17.00 WIB hingga 03.00 WIB, atau dilarang beroperasi saat hari libur. Itu lebih bijak,” jelasnya.
Menurut Askun, pengawasan dapat diperketat melalui Dinas Perhubungan (Dishub) dengan menentukan zona dan waktu operasi truk bertonase tinggi. Dengan begitu, hak masyarakat untuk bekerja tetap terjaga tanpa mengabaikan keselamatan publik.
“Karena di sisi lain, para sopir itu juga tidak mau membawa muatan berlebih. Mereka hanya menjalankan perintah perusahaan. Jadi, jangan rakyat kecil yang dikorbankan,” tegasnya.
Prediksi: Akan Muncul Gelombang Protes Baru
Menutup pernyataannya, Askun meminta agar KDM meninjau ulang kebijakan larangan truk ODOL tersebut. Ia meyakini, jika kebijakan itu tetap diberlakukan tanpa solusi alternatif, gelombang protes masyarakat akan kembali mengguncang Gedung Sate.
“Saya yakin, kalau kebijakan ini dipaksakan, para sopir truk dan buruh tambang akan turun ke jalan lagi. Sebelum itu terjadi, lebih baik lakukan kajian menyeluruh dan libatkan semua pihak,” tandasnya.
Penulis : Arief rachman
